Rumah, Tempat di mana Keluarga Belajar Bersama

Ramadhan tahun ini adalah ramadhan kedua bagi kami sekeluarga. Tahun-tahun sebelumnya, kami masih ikut di rumah orang tua. Meski masih tinggal di rumah kontrakan, tidak mengurangi rasa bahagia kami memiliki tempat tinggal bernama 'rumah'. Tinggal di rumah sendiri membuat kami leluasa membuat konsep dalam keluarga, tidak ada rasa sungkan pada orang tua terutama dalam mendidik dan mengasuh anak-anak.

Ramadhan tahun ini, Isya berusia 5 tahun dan Himda berusia 3 tahun. Jika tahun lalu Isya masih baru tahap mengenal puasa dan antusias ngabuburit di TPQ hingga berbuka puasa bersama teman-teman di masjid, tahun ini Isya mulai mengenal sahur, doa berbuka puasa dan ikut berpuasa. Apalagi ia melihat teman-temannya juga banyak yang berpuasa sehingga ia ikut semangat puasa, tentu sebatas kemampuannya. Seringkali ia yang bangun paling pagi, ia memang punya kebiasaan pergi ke kamar mandi sendiri saat malam atau dini hari. Saat ia selesai pipis ia sering membangunkan saya, "Ummi, bangun. Tuh, masjidnya udah nyuruh sahur, sahur." katanya. Setelah itu seringkali dia tidur lagi dan 'sahur' sekitar pukul 6 atau 7 pagi. Setelah 'sahur' baru ia 'puasa'. Saat dhuhur saya selalu bertanya,"Kak, kamu mau puasa bedhug atau puasa maghrib?"
Pernah dia menjawab,"Puasa maghrib aja deh." Tapi jam 2 siang dia minta berbuka setelah itu puasanya lanjut lagi sampai maghrib. Oke, gak apa-apa, nak. Hidup memang proses belajar.

Di bulan ramadhan ini, jadwal mengaji di TPQ pun berubah. Jika biasanya hanya mengaji Qiroati saja, khusus bulan ramadhan setelah ngaji Qiroati dilanjutkan mengaji khusus ramadhan. Kadang diisi ibu-ibu yang menceritakan kisah para nabi, kadang diisi remaja masjid yang diajarkan pun bervariasi, asmaul husna, kisah nabi hingga pengetahuan agama yang dikemas dengan games yang menarik.

Isya sangat antusias dengan pengajian ramadhan ini. Setiap hari ia selalu tak sabar menunggu jam 16.30 saat mengaji di mulai. Pengajian ramadhan ini diakhiri dengan pembagian takjil yang dibawa anak-anak ke masjid untuk berbuka puasa bersama. Hingga hari ini, Isya dan Himda tiap hari berbuka di masjid dilanjutkan berbuka di rumah. Jadi selama anak-anak mengaji, saya bisa menyempatkan waktu untuk beres-beres rumah dan menyiapkan hidangan berbuka.

Meski bulan ramadhan sekolah libur, proses belajar di rumah tetap berjalan. Sudah sejak lama Isya dan Himda di biasakan belajar di rumah. Apalagi sejak ia mogok mengaji di TPQ, otomatis proses mengaji di rumah lebih kami intensifkan. Di rumah kami memakai metode Yanbu'a. Selama ini kami mendidik anak-anak untuk tidak jajan di rumah dan di sekolah (di sekolah Isya membawa bekal) dan tidak membeli mainan. Sebagai gantinya, Jika ia lulus satu jilid, maka ia bebas minta dibelikan mainan apa saja. Saat lulus jilid 1, Isya minta mobil remote control, dan di bulan ramadhan ini ia hampir selesai Jilid 2, dan ia sudah sering mengatakan ingin memiliki mainan robot. Selain mengaji Yanbu'a, di rumah kami juga mengintensifkan proses belajar membaca, apalagi ia akan masuk TK besar. Isya belajar membaca dengan sistem suku kata yang hampir sama dengan belajar huruf hijaiyah. Kami sudah menjanjikan hadiah ini jika ia bisa mengkhatamkan Yanbu'a Jilid 2 nya di bulan ramadhan ini

Bagi kami, rumah adalah tempat untuk setiap anggota keluarga untuk belajar. Belajar menjadi suami dan ayah yang baik, belajar menjadi istri dan ibu yang baik, anak-anak juga belajar banyak hal dimulai dari melihat dan meniru apa yang dilakukan dan diajarkan orangtua. Apalagi dengan kondisi Isya dan Himda yang tengah aktif-aktifnya, mereka mulai bertambah kritis ditambah kondisi kehamilan saya yang baru memasuki trimester pertama, kadang saat mereka tantrum, ingin rasanya emosi. Untungnya suami selalu mengingatkan agar jangan pernah memukul anak. Karena bukan kebaikan yang muncul namun penyesalan yang timbul. Dalam sebuah tayangan ramadhan di televisi swasta beberapa hari yang lalu, Ustad Yusuf Mansur mengatakan, seberapa sering tangan kita digunakan untuk mendoakan anak-anak, mengusap kepala mereka, memeluk mereka. Ramadhan ini lebih banyak mengingatkan saya bahwa lebih baik tangan orang tua digunakan untuk merawat, mengasuh dan mendoakan anak daripada memukul mereka. Lebih baik lisan orang tua digunakan untuk mendoakan dan berkata yang baik daripada mengomel, memarahi, atau berkata buruk yang bisa saja ditiru oleh anak.

Apalagi dalam mendidik anak, apalagi jika anak melakukan tindakan yang kurang menyenangkan, kami saling mengingatkan untuk istighfar dan mengingat doa ini, doa yang mungkin semua muslim menghafalnya, doa anak untuk orang tua.
sumber dari sini

Jika orang tua merawat anak dengan baik, suatu hari nanti anak juga akan membalas perbuatan baik orang tuanya. Dan karena rumah kami yang minimalis dengan satu ruang tamu, dua ruang tidur, dapur, kamar mandi dan sebuah kebun, setiap ruangan menjadi multifungsi. Khususnya ruang tamu. Ruang tamu kami 'hanya' ruang kecil tanpa perabot. Hanya karpet biru sebagai penutup lantai, sekaligus penahan dingin dengan whiteboard  dan coretan anak-anak di tembok sebagai hiasan dinding. Selain untuk menerima tamu, ruangan ini juga menjadi tempat kami makan bersama, termasuk berbuka dan sahur di bulan ramadhan. Setelah acara makan, ruangan ini disulap menjadi arena bermain sekaligus belajar anak-anak. Sehingga jika ada tamu mendadak seringkali kami agak malu karena ruang tamu yang berantakan dengan mainan anak-anak. Ruangan ini juga beberapa kali menjadi tempat sema'an al-Qur'an, tempat tidur untuk tamu yang tidak kebagian tempat untuk tidur di kamar, dan di bulan ramadhan ini ruang tamu juga sempat dialihfungsikan sebagai tempat untuk sholat jamaah Isya dan tarawih  apalagi jika ada keluarga yang datang menginap.

sebagai tempat bermain

belajar menulis huruf hijaiyah

Dan ruang tamu multifungsi ini juga berguna saat suami harus lembur dengan tugas-tugas kantornya, menerima setoran hafalan Qur'an dari mahasiswa, dan dan yang rutin apalagi kalau bukan sebagai arena bermain. Nyaris setiap hari ruangan ini harus dibersihkan dan karpetnya harus dicuci, karena pernah terkena ompol, pup, tumpahan bubur, kuah sayur, susu, jus buah, bahkan cat air. Untungnya kami santai dengan hal ini selama anak-anak bisa bebas berkreatifitas apalagi saat ini mereka sudah bisa membereskan mainan sendiri bahkan membantu saya menyapu lantai sehingga cukup meringankan beban sambil terus berdoa dan berusaha semoga suatu hari nanti kami bisa memiliki rumah sendiri.

Bagi kami, meski rumah kecil, sederhana, lingkungan yang sepi, tapi bahagia datang dari hati. Anak-anak cerdas dan ceria lahir dari keluarga yang bahagia, dan rumah adalah tempat dimana sebuah keluarga bisa berlindung, tumbuh, belajar dan berkembang bersama. Karena dari keluargalah sebuah peradaban bermula. Karena rumahku adalah surgaku. Insyaallah.

Diikutsertakan dalam 



Komentar

  1. Rumahku surgakuu... Iya bener banget :D

    BalasHapus
  2. Barokah ya mbak rumahnya.... smg menang mbak :)

    BalasHapus
  3. Rumah adalah tempat belajar...
    Suka sm kata2 itu mak..setujahhhh...
    :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba. tempat belajarnya orangtua dan anak. terimakasih sdh mampir :)

      Hapus
  4. Semangat dalam mencapai impian merupakan visi setiap orang. Semoga kita semua ada dalam kesuksesan. sehat selalu. aamiin ==>> Pengobatan Alami Kanker Payudara Tanpa Operasi

    BalasHapus
  5. didikan orang tua yang baik sangat mempengaruhi perkembangan anak



    Jadi orang kaya? Bisa banget, ayo kaya melalui berinvestasi!!! karena harga property semakin tahun semakin meningkat.
    Gimana sih caranya? Ini nih tips menjadi kaya di usia muda http://citralakesawangan.com/tips-kaya-lewat-investasi-properti/

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer