MENGENALKAN BENCANA PADA BALITA

Baru dua minggu kami tinggal di Wonosobo, kami mengalami peristiwa yang lumayan mengkhawatirkan. Seluruh Indonesia pastinya tahu bahwa pada Kamis malam tanggal 13 Februari 2014 Gunung Kelud meletus. Berbagai media menyiarkannya. Televisi yang jarang menyala menjadi teman setia seharian melihat perkembangan peristiwa tersebut apalagi selama 2-3 hari setelah Gunung Kelud meletus debunya sampai di Wonosobo. Bayangkan, Wonosobo-Kediri jaraknya kurang lebih 326 KM. Pada Jumat pagi kami sekeluarga melihat dari balik jendela hujan debu lembut menutupi dedauan, atap, teras dan jalan di depan rumah. Dan pastinya ini menjadi fenomena yang menarik dan menggelitik rasa penasaran dan keingintahuan kedua buah hati kami, Isya (4th) dan Himda (2th). Telepon berulang kali berdering, saling menanyakan kabar terutama dari keluarga dan saudara. Isya dan Himda juga melihat bagaimana Abinya berangkat kerja dengan memakai "baju perang" jas hujan dengan sarung tangan, masker dan helm rapat. Seharian kami beraktivitas di dalam rumah.
Keesokan harinya, kami mengira hujan abu sudah berhenti. Kami pun keluar, berbagi kabar dengan tetangga. Beberapa tetangga tampak sedang membersihkan kendaraan dan rumahnya dari debu. Sedikit anak memakai masker. Oke, saya pikir kondisi baik-baik saja. Sampai malam harinya Isya dan Himda panas, demam dan batuk-batuk. Karena Himda masih ASI dan di bantu ramuan herbal, alhamdulillah cepat pulih. Namun tidak dengan kakaknya, batuknya tak kunjung berhenti dan alhamdulillah sembuh beberapa hari kemudian setelah di bawa ke dokter. Saat Gunung Merapi meletus pada Oktober 2010, Isya berusia 3 bulan, ia pun menderita batuk seperti ini. Dan ternyata peristiwa ini terekam erat di memorinya, antara sakit batuk, hujan debu dan gunung meletus.

Saat ini kami tinggal di Wonosobo, kota kecil yang sejuk dan indah dengan dua Gunung berapi, Gunung Sindoro ((3.136 meter) dan Gunung Sumbing (3.371 meter). Daerah utara merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, dengan puncaknya Gunung Prahu (2.565 meter). Di sebelah selatan, terdapat Waduk Wadaslintang. Setiap hari kami disuguhi pemandangan yang indah, gunung tinggi menjulang, perbukitan dan pepohonan dimana-mana. 
Pernah suatu ketika Isya bertanya,"Ummi, kalau Gunung Sindoro meletus gimana?"
kita harus mengungsi, jawab saya saat itu. Pertanyaan sederhana yang membuat perasaan khawatir.

Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi dan 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia. Indonesia memiliki Gunung api terbanyak karena terletak di atas tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia dan lempeng pasifik.Lempeng bumi selalu bergerak sepanjang waktu. Lempeng selalu bergerak sepanjang waktu. Lempeng bisa bergerak saling bertumbukan, menjauh atau begeser. Ketika dua lempeng bertumbukan, salah satu lempeng bisa terdorong ke bawah lempeng yang lain dan meleleh. Gunung berapi terbentuk di daerah tempat lempeng-lempeng saling bertumbukan atau menjauh.
Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa meletus bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Dan dianggap sebagai letusan gunung terdasyat di dunia. Letusan tersebut menjadi letusan terbesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut.Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi.Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
 

Masih seputar lempeng bumi. Pergerakan lempeng bumi secara tiba-tiba akan menimbulkan gempa bumi. Pada daerah batas lempeng sering terjadi gempa bumi dan banyak gunung berapi. Oleh karena itu, batas lempeng merupakan daerah yang rawan terkena bencana tsunami. Batas lempeng tektonik paling aktif di dunia terdapat di Samudera Pasifik. Daerah ini dikenal dengan nama Lingkar Api Pasifik/Cincin api Pasifik. Lingkar Api Pasifik berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 Km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya (5–6% dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar) adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika.
Lingkar Api Pasifik merupakan batas lempeng tektonik paling aktif dan rawan terkena bencana tsunami. Indonesia terletak pada salah satu bagian Lingkar api pasifik, yakni diantara tiga lempeng tektonik. Oleh karena itulah, Indonesia memiliki banyak pantai rawan tsunami. Seperti tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 di Aceh. Tsunami dan gempa bumi berskala 9,3 SR ini sangat mengguncang Indonesia dan dunia. Peristiwa ini merupakan salah satu bencana alam paling buruk sepanjang sejarah. Tsunami tidak hanya menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian material yang sangat besar, trauma dan kesedihan yang mendalam.
Pernah saya mendengar sebuah ucapan, hidup deket gunung kena gunung meletus hidup deket pantai kena tsunami, di tengah-tengah kena banjir atau tanah longsor.

Kita mengenal dua macam bencana. Bencana alam dan bencana karena ulang manusia yang tidak bertanggung jawab seperti banjir, erosi dan tanah longsor yang disebabkan penebangan hutan secara liar, kebiasaan membuang sampah sembarangan, kesalahan pengelolaan lahan, wilayah pemukiman yang terlalu padat dan juga getaran mesin, kendaraan dan penggunaan bahan peledak yang ikut memicu kestabilan tanah.

Sebelumnya, mari kita bersyukur di takdirkan Tuhan dilahirkan di tanah Indonesia. Abu vulkanik dari letusan gunung api mengandung berbagai mineral yang diperlukan oleh tumbuhan, oleh karena itu kita mengenal Indonesia yang kaya sumberdaya alam, sumberdaya panas bumi dan memiliki pemandangan alam yang indah. Tidak terhitung kekayaan alam dan keindahan Indonesia yang diakui dunia. Bencana alam yang mungkin akan kita hadapi membuat kita harus menghimpun informasi tentang bencana, penanggulangan dan antisipasinya.

BELAJAR DARI JEPANG

Jepang adalah negara kepulauan seperti Indonesia. Istilah tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang yang berarti “gelombang pasang” (tidal wave) yang datang mendadak. Itu berarti Jepang memang sebuah negeri tsunami. Bukan itu saja, Jepang terletak di zona seismik aktif, dengan topografi yang bergunung-gunung yang kaya akan gunung api dan sekaligus juga terletak pada jalur taifun. Maka Jepang sering dilanda berbagai bencana alam seperti gempa bumi, taifun, letusan gunung api, dll. sejak dulu kala.
Salah satu tsunami terdahsyat yang tercatat dalam sejarah Jepang adalah Tsunami Gempa Meiji Sanriku yang terjadi pada tahun 1896. Tsunami ini menewaskan lebih dari 20.000 orang. Setelah itu, pada tahun 1933 Gempa dan Tsunami Sanriku melanda daerah yang sama lagi dan menelan sekitar 3000 jiwa dan orang hilang. Jelaslah ada jeda selama 40 tahun antara keduanya sehingga orang menjadi tidak waspada. 
 Pemerintah dan rakyat Jepang merasa mendorong untuk melakukan usaha bersama terpimpin untuk melestarikan tanah dan mengendalikan banjir serta meningkatkan metode peramalan badai dan banjir serta sistem peringatan dini di tempat-tempat yang sering dilanda bencana. Berkat daya-upaya demikian, tahun demi tahun jumlah korban akibat bencana alam makin berkurang. Tanggal 1 September telah ditunjuk sebagai Hari Pencegahan Bencana di Jepang. Selama Minggu Reduksi Bencana yang berpusat pada hari tersebut, lebih dari 3,5 juta orang Jepang, termasuk Perdana Menteri, ikut serta dalam latihan-latihan kesiapan menghadapi bencana yang diadakan di seluruh Jepang. Untuk mendapatkan hasil yang memadai dalam usaha menekan seminimal mungkin akibat bencana terhadap penduduk, diperlukan penerapan latihan demikian secara berulang-ulang, tidak saja bagi mereka yang langsung terlibat dalam usaha penanggulangannya tetapi juga rakyat umum. Selain itu, langkah pemantauan terhadap “ulah alam” juga tak kalah pentingnya untuk menentukan kesiagaan penduduk menghadapi bencana.
Di Jepang, pengelolaan upaya penanggulangan bencana mendapat perhatian serius dari pemerintah, untuk itu ada Dewan Pusat Pengelolaan Penanggulangan Bencana (Central Disaster Management Council) yang dipimpin langsung oleh Perdana Menteri dibantu oleh Menteri negara untuk Pengelolaan Penanggulangan Bencana (Minister of State for Disaster Management).
Untuk tahun fiskal 2001, Pemerintah Jepang menyediakan budget sebesar sekitar 3 trilyun Yen untuk pengelolaan upaya penanggulangan bencana. Budget ini diperuntukkan :
1) Penelitian dan Pengembangan;
2) Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana;
3) Pelestarian Tanah Nasional;
4) Pemulihan dan Pembangunan Kembali Pasca Bencana.
Agar segala kegiatan penanggulangan bencana dapat dilakukan secara cepat dan lancar, maka terus dilakukan peningkatan kemampuan berbagai fasilitas dan perlengkapan berikut ini : satelit-satelit meteorologis, radar observasi cuaca dan seismometer; barang dan perlengkapan untuk tindak tanggap darurat, seperti perlengkapan pemadam kebakaran, tanki air, dan generator listrik; sistem penghubung dan komunikasi informasi darurat; sarana transportasi seperti helikopter, kapal, dan mobil; fasilitas evakuasi dan markas besar tindak penanggulangan bencana.
Segala daya upaya pemerintah tersebut (hingga ke tingkat pemerintah daerah) mendapat dukungan dari rakyat, a.l. dengan adanya berbagai organisasi relawan masyarakat lokal, termasuk para relawan Palang Merah Jepang. Selain itu, barisan Penjaga Pantai Jepang (Japan Coastal Guard) dan Pasukan Bela-Diri Jepang selalu siap melakukan tugas penyelamatan dalam bencana, termasuk juga unit-unit medisnya.
Khusus untuk tsunami, dilakukan langkah-langkah untuk melindungi kawasan-kawasan pantai guna menghindari atau mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh tsunami. Antara lain diberlakukannya sistem peringatan dini secara cepat dan penyiaran informasi ramalan tsunami, juga pembangunan dan perbaikan tembok-tembok laut, pintu-air pada tembok laut, dll. Di pulau Okushiri, misalnya, telah dibangun tembok penghambat tsunami sepanjang 14 kilometer garis pantai, dengan tinggi 12 meter. Diperlukan biaya yang cukup tinggi untuk pemeliharaan tembok panjang ini.
Sistem peringatan dini tsunami di Jepang telah mengalami penyempurnaan dan peningkatan sejak dibangun pada tahun 1952. Ada 6 pusat regional pemantauan dalam sistem ini yang berpusat di Tokyo. Di samping itu, 180 stasiun sinyal seismik terdapat di berbagai penjuru Jepang, sementar sensor-sensor yang dipasang di laut selalu dipantai terus menerus selama 24 jam sehari oleh Earthquake and Tsunami Observation System (ETOS) yang dijalankan dengan komputer. Jepang mempunyai teknologi maju dalam penyusunan data base yang dapat menganalisa gempa bumi dan memperkirakan tsunami.
Selain itu, di tempat-tempat yang diperkirakan rawan bencana, seperti gempa bumi dan tsunami, letusan gunung api, dll., penduduk mendapat buku petunjuk mengenai bencana yang bersangkutan. Pemerintah daerah pun mengajak penduduk untuk menjalani latihan penyelamatan secara reguler, dan membangun jalan-jalan khusus untuk menyelamatkan diri. Peringatan dini bencana dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain dengan membunyikan sirene, memberikan pengumuman dengan pengeras suara berkeliling dan menyiarkannya melalui televisi. Pemerintah daerah mempunyai akses informasi melalui sistem satelit dan sistem komunikasi lainnya. Demikian pula untuk bantuan yang diperlukan.

PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

Strategi penanggulangan bencana berdasarkan Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Pe-nanganan Pengungsi  yang  ditetapkan melalui Keputusan Sekretaris Bakornas PBP No.  2 tahun 2001 adalah sebagai berikut:
  1. Tahap penyelamatan; saat kerusuhan terjadi, dilakukan dengan memberikan pertolongan, per-lindungan, dan penampungan sementara, bantuan pangan, sandang, obat-obatan, air bersih, sanitasi dan pembinaan serta pem-berdayaan tanpa membedakan perlakuan
  2. Tahap pemberdayaan; dilakukan dengan upaya perbaikan fisik dan non-fisik serta pemberdayaan, membina kerukunan dan me-ngembalikan harkat hidup pengungsi secara manusiawi sebagai warga negara yang memiliki hak hidup di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
  3. Tahap rekonsiliasi; dilakukan pembinaan terhadap tokoh masya-rakat, pemuka agama, dan tokoh adat yang berpengaruh pada masing-masing pihak serta mendamaikan kembali dengan pendekatan sosial budaya, HAM, dan hukum
  4. Tahap penempatan, pengungsi diarahkan pada 3 (tiga) alternatif yaitu: diutamakan kembali ke tempat semula, penyisipan pada lokasi atau desa yang terdekat atau ke permukiman baru (resettlement) atau transmigrasi lokal yang aman.
Sedangkan,  kegiatan penanganan pe-ngungsi meliputi  kegiatan-kegiatan:
  1. Penyelamatan.
  2. Pendataan.
  3. Bantuan tanggap darurat.
  4. Pelibatan masyarakat/ LSM
(Sekretariat Bakornas PBP, 2001 : 2).


adanya tsunami di Aceh juga memunculkan kesadaran dari masyarakat atas kesadaran untuk melakukan tindakan penanggulangan bencana seperti yang dilakukan PIBA (Pusat Informasi Bencana Aceh) sebuah situs yang berisi informasi lengkap yang pemahaman semua pihak tentang pentingnya sistem informasi kebencanaan baik yang terkait dengan peta risiko maupun informasi bencana secara umum. Informasi yang disediakan PIBA juga sangat lengkap meliputi bencana gempa bumi, tsunami, longsor, gunung api, bankjir, badai, gelombang, kekeringan dan kebakaran hutan. Ada juga organisasi nirlaba seperti gerakan masyarakat penanggulangan bencana Indonesia (MPBI) yang memiliki misi untuk menciptakan masyarakat yang aman dan terlindungi dari bencana, maka MPBI berupaya untuk melakukan kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana (PB) yang melibatkan para pemangku kepentingan agar PB dapat menjadi lebih baik. Selain itu masyarakat juga mulai sadar atas bahaya membuang sampah sembarangan, kesalahan tata kelola lahan, dan pentingnya hutan bakau di pantai.

MENGENALKAN BENCANA PADA KELUARGA

Selain pemerintah sebagai pemangku kebijakan, masyarakat juga harus proaktif. Dimulai dari keluarga sebagai pondasi utama. Melihat Isya yang antusias saat menghadapi gunung meletus dan merasakan dampaknya, kami membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban bencana. Kehilangan keluarga/saudara baik karena meninggal ataupun hilang, kerugian material, sakit, trauma psikis, dan terganggunya masa depan seperti anak-anak yang tak bisa sekolah karena mengalami bencana. Sebagaimana Jepang yang mengenalkan bencana pada masyarakatnya, kita juga bisa mengenalkan sedari dini lingkungan sekitar pada keluarga khususnya buah hati agar mereka mengenal alam sekitar, mengenal lingkungan, mengenal negerinya, mengenal Tuhannya, dan minimal memiliki pengetahuan bencana yang mungkin terjadi karena kondisi alam disekitarnya. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan pada keluarga/buah hati kita.
  • Melalui makanan. Mengenal alam Indonesia melalui makanan. Misalnya, Kita bisa mengajarkan dari mana asal nasi. Dari padi yang ditanam petani di sawah lalu kita menunjukkan sawah pada si kecil. Menceritakan bagaimana petani menanam bibit padi hingga memanennya. Lalu memberikan variasi menu. seperti cumi-cumi dari laut, sayuran dari pegunungan, buah dari kebun, ikan nila dari kolam air tawar. Dalam buku Totto-Chan, kepala sekolah Sosaku Kobayashi mengajarkan murid-muridnya untuk membawa bekal makan siang "sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan". Anak juga belajar makanan khas dari daerahnya dan dari mana makanan tersebut berasal.
  • Belajar menanam. Dari mana asal makanan? Selain membeli, kita juga bisa menanam beberapa jenis sayuran di rumah. Atau jika mungkin memelihara kolam ikan atau beternak. Selain lebih ekonomis dan higienis, mengajarkan menanam membuat anak belajar bahwa Allah memberi kita alam Indonesia yang subur mudah ditanami berbagai macam tanaman sehingga kita harus menjaga alam agar tidak rusak.
  • Melatih membuang sampah pada tempatnya. Hal penting namun sepele yang bisa kita mulai dari rumah. Saat dalam perjalanan kita bisa membawa kantung untuk sampah yang kita buang di tempat sampah yang kita temui, tidak membuangnya sembarangan. Anak akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.
  • Mengenalkan bencana dari buku. Saat ini banyak buku-buku tentang sains dan ilmu pengetahuan diantaranya penjelasan tentang bencana yang disampaikan dengan gambar dan bahasa yang mudah dicerna. 
  • Dari buku tersebut kita bisa menjelaskan bencana kepada anak sekaligus akan kebesaran Allah, Allah yang menciptakan gunung, lautan dan alam seisinya dan hanya Allah yang mengetahui kapan bencana alam terjadi.
  • Melakukan percobaan-percobaan untuk mengenalkan anak akan bencana.
  • Belajar berbagi. Melatih simpati dan empati anak pada mereka yang sakit, menderita musibah atau bencana. Belajar berbagi bisa dimulai dari menolong teman yang jatuh, menjenguk teman yang sakit, atau memberi sumbangan pada daerah yang terkena bencana.
Beberapa percobaan yang bisa kita lakukan bersama si kecil diantaranya:
 
 TSUNAMI
Bagaimana tsunami terjadi? Lakukan percobaan berikut untuk mengetahui bagaimana tsunami terjadi.
Alat-alat yang dibutuhkan: 
1. Ember besar
2. Air
3. Balok dengan 2 ukuran besar dan kecil
4. Mainan
 
Tahap-tahap yang harus dilakukan:
1. Siapkan ember berukuran besar. Susun dua balok kayu berdampingan di dalam ember.
2. Letakkan lego/mainan di atas balok kayu yang lebih besar
3. Isilah ember dengan air sampai balok yang lebih kecil terendam air.
4. Dorong balok kayu yang lebih kecil ke tepi ember. Amati apa yang terjadi.

Penjelasan.
Apa yang terjadi pada saa balok kayu yang lebih kecil didorong ke tepi ember yang berisi air? Balok yang didorong akan menimbulkan gangguan pada air di dalam ember. Air di dalam ember akan membanjiri balok yang lebih besar dan sebagian akan tumpah ke luar. Mainan, mobil-mobilan dan lego di atas balok kayu besar pun bergulingan tersapu oleh air.
Hal yang sama juga terjadi pada saat tsunami. Balok kecil bisa kita anggap sebagai lempeng samudera, sedangkan permukaan balok yang besar bisa dianggap sebagai daratan. Lempeng yang tiba-tiba bergerak akan menimbulkan gempa bumi. Getaran akibat gempa bumi akan mengguncang air laut dan menimbulkan gelombang besar yang akan menghantam daratan. Bangunan, pepohonan dan orang-orang yang ada di daerah pantai bisa tersapu oleh gelombang tsunami.

Percobaan yang saya lakukan.
Karena tidak memiliki balok kayu, saya memakai dua media yang bisa tenggelam di air(tidak terapung). Pinggan sebagai ganti balok kecil, bangku plastik biru sebagai ganti balok besar.
Saat pinggang didorong ke tepi ember, air bergelombang, bangku palstik terdorong dan mainan berjatuhan ke air.



sebelum didorong

setelah didorong

GUNUNG MELETUS

Bagaimana gunung meletus bisa terjadi? Lakukan percobaan berikut untuk mengetahui bagaimana gunung meletus bisa terjadi.

Alat-alat yang dibutuhkan:
1. Pasir
2. Botol plastik
3. Soda bikarbonat
4. Cuka
5. Pewarna makanan berwarna merah
6. Papan kayu

Tahap-tahap yang dilakukan:
1. Buatlah gunung kerucut dari pasir di atas papan
2. Masukkan satu sendok teh soda ke dalam botol plastik. Campurkan dengan sedikit air hangat. Kocok perlahan sampai bubuk soda tercampur dengan air dalam botol tertutup.
3. Tambahkan sedikit pewarna makanan berwarna merah ke dalam botol. Lalu aduk menggunakan lidi sampai tercampur.
4. Masukkan botol plastik ke dalam gunung pasir.
5. Teteskan sedikit cuka ke dalam botol plastik. Beberapa saat kemudian, gunung plastik akan mengeluarkan cairan dan buih berwarna merah seperti lava yang keluar pada saat gunung meletus.

Penjelasan.
Apa yang terjadi pada gunung pasir setelah kita memasukkan cuka dan soda bikarbonat Asam dalam cuka akan bereaksi dengan soda. Reaksi itu akan membuat cuka dan soda terdorong ke luar. Busa berwarna merah akan menyembur dari gunung pasir terlihat seperti lava yang menyembur saat gunung berapi meletus. Magma yang ada di bawah permukaan terdorong karena adanya enaga dari dalam bumi. Magma yang keluar ini disebut lava, yang kita lihat pada saat gunung berapi meletus.

Percobaan saya:
Karena tidak memiliki soda bikarbonat, saya mencoba menggunakan soft drink berwarna merah. Meski efeknya tidak sebaik menggunakan soda bikarbonat, soft drink akan "mendidih" dan mengeluarkan gelembung-gelembung saat diberi cuka. 


TANAH LONGSOR
Bagaimana mengetahui tanah longsor dapat terjadi? Lakukan percobaan berikut untuk mengetahui bagaimana tanah longsor bisa terjadi.
 
Alat yang dibutuhkan
1. Kardus bekas
2. Tanah
3. Rumput
4. Alat penyiram tanah
 
Tahap-tahap yang dilakukan:
1. Siapkan kardus bekas. Potong secara diagonal
Isi kedua potongan kardus dengan tanah sehingga membentuk lereng
3. Tanam rumput pada salah satu kardus sehingga berumput. Kardus yang satu biarkan tanpa rumput.
4. Siram kedua bagian kardus dengan air.
5. Amati perbedaan yang terjadi pada kedua karus tersebut.
 
Penjelasan
Setelah disiram air, tanah tanpa rumput akan lebih mudah terbawa air dibandingkan pada tanah yang ditanami rumput. Sama seperti jika terjadi longsor di lereng. Pada lereng yg gundul lebih mudah longsor pada saat turun hujan. Sedangkan lereng yang ditanami pepohonan lebih kuat menahan air saat turun hujan. resiko tanah longsor pun berkurang.




Ada banyak cara untuk mengenalkan bencana alam pada buah hati kita. Semoga saat besar nanti, akan banyak yang bisa mereka lakukan untuk menjaga kelestarian alam, melakukan penanggulangan bencana dan bisa menghadapi dengan hati yang tegar dan bisa berbagi dengan sesamanya.




Sumber Referensi:
Bencana alam di Indonesia: Gunung Meletus, Erlangga, 2007
Bencana alam di Indonesia: Banjir dan tanah longsor, Erlangga 2007
Bencana alam di Indonesia: Tsunami, Erlangga, 2007
Totto-Chan, Gadis Cilik di Jendela, Tetsuko Kuroyanagi,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2004
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Wonosobo
http://www.pojokmedia.com/2014/02/daftar-rekor-indonesia-di-dunia-yang.html
http://www.id.emb-japan.go.jp/aj310_03_8.html
 http://www.esaunggul.ac.id/article/urgensi-undang-undang-penanggulangan-bencana-di-indonesia/
 http://www.mpbi.org/content/tentang-kami

Komentar

Postingan Populer